SEJARAH
KERAJAAN KEDIRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
pelajaran sejarah, kita pernah belajar tentang kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
yang pernah berdiri di Indonesia, salah satunya adalah Kerajaan Kediri.
Kerajaan Kediri adalah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad
ke-12, tepatnya pada tahun 1042-1222. Kerajaan ini merupakan bagian dari
Kerajaan Mataram kuno. Pusat kerajaannya terletak di dekat tepi Sungai Brantas
yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Ibukota kerajaan
ini adalah Daha (yang berarti kota api), yang terletak di sekitar kota Kediri
sekarang. Untuk lebih jelasnya, kami membuat makalah ini dengan tujuan agar
pembaca dapat mengetahui tentang Kerajaan Kediri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dimana letak lokasi Kerajaan Kediri?
2. Apa saja sumber sejarah Kerajaan Kediri?
3. Siapa saja Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan
Kediri?
4. Bagaimana aspek kehidupan Kerajaan Kediri?
5. Apa penyebab runtuhnya Kerajaan Kediri?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
:
1. Umum : Untuk mengetahui
tentang berdiri Kerajaan Kediri, masa pemerintahan Kerajaan Kediri, aspek
kehidupan di Kerajaan Kediri, dan masa kehancuran atau kemunduran Kerajaan
Kediri.
2. Khusus : Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia
mengenai materi kelas X tentang Kerajaan-Kerajaan pada masa Hindu-Budha di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Letak Kerajaan Kediri
Letak Kerajaan Kediri terdapat di Jawa Timur, berada di
sebelah selatan sungai Brantas, Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang
terletak di sekitar kota Kediri sekarang.
2.2 Sumber Sejarah
Kerajaan Kediri
1) Prasasti
·
Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat tentang pemberian
hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Raja Jayawarsa.
·
Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono yang
berisi masalah keagamaan, diperkirakan berasal dari Raja Bameswara (117-1130
M).
·
Prasasti Ngantang (1135), yang menyebutkan tentang Raja
Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang sebidang tanah yang
bebas dari pajak.
·
Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra yang memuat tentang
sejumlah nama-nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Finada.
·
Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa pada masa
pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan musuh
yang telah memusuhi istana di Katang-katang.
2) Berita Asing
Berita asing tentang Kerajaan Kediri sebagian besar diperoleh
dari berita Cina. Berita cina ini merupakan kumpulan berita dari para pedagang
Cina yang melakukan kegiatan perdagangan di kerajaan Kediri. Seperti Kronik
Cina bernama Chu Fan Chi karangan Chu Ju Kua (1220 M). buku ini banyak
mengambil cerita dari buku Ling Wai Tai Ta (1778 M) karangan Chu Ik Fei. Kedua
buku ini menerangkan keadaan Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan ke-13 M.
2.3 Raja-Raja Kerajaan
Kediri
AIRLANGGA
Airlangga (Bali,
990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah
pendiri Kerajaan
Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri
Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk
mengubah Kakawin
Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di
akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi
kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai
cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
1) Samarawijaya (1042)
Samarawijaya adalah putra Airlangga (pendiri Kerajaan
Kahuripan tahun 1009-1042). Ia merupakan Raja pertama sekaligus pendiri
Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti berlangsung berapa
lama masa pemerintahannya. Kemungkinan Raja Samarawijaya memulai
pemerintahannya pada saat pemisahan Kerajaan oleh Airlangga, yaitu sekitar
tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan tahun yang tertulis di
Prasasti Pamwatan.
2) Jayaswara (1104-1115)
Raja kedua Kerajaan Kediri adalah Sri Jayawarsa, yang disebut
dalam Prasasti Sirah Keting (1104), namun belum dipastikan bahwa ia pengganti
langsung Samarawijaya atau bukan. Ia merupakan Raja yang sangat giat memajukan
sastra sehingga ia dikenal dengan gelar Sastra Prabu (Raja Sastra). Pada
masanya Kresnayana dikarang Mpuh Triguna.
3) Bameswara (1115-1135)
Raja ketiga Kerajaan Kediri adalah Sri Bameswara yang disebut
dalam Prasasti Pandegelan I (sekitar 1116/ 1117), Prasasti Panumbangan (1120),
dan Prasasti Tangkilan (1130).
4) Jayabhaya (1135-1157)
Raja keempat sekaligus Raja terbesar Kerajaan Kediri adalah
Sri Jayabhaya yang disebutkan dalam Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan
(1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157). Jayabhaya merupakan Raja yang menjadi
kenangan bagi rakyatnya, karena pada masa pemerintahnnya Kerajaan Kediri
berhasil menaklukan Kerajaan Jenggala dan berhasil mencapai puncak kejayaan
Kerajaan Kediri.
5) Sarweswara (1159-1169)
Raja kelima Kerajaan Kediri adalah Sri Sarweswara yang
disebutkan dalam Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti Kahyunan (1161).
6) Aryeswara (1169-1180/1181)
Raja keenam Kerajaan Kediri adalah Sri Aryeswara yang
disebutkan dalam Prasasti Meleri (1169) dan Prasasti Angin Tahun (1171).
7) Sri Gandhra (1181-1182)
Raja ketujuh Kerajaan Kediri adalah Sri Gandhra yang
disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181), masa pemerintahannya selama kurang
lebih satu tahun.
8) Kameswara (1182-1194)
Raja kedelapan Kerajaan Kediri adalah Sri Kameswara yang
disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan dalam Kakawin Smaradhana. Dalam
Kakawin dikisahkan tentang perkawinan antara Kameswara dengan Putri Jenggala.
9) Kertajaya (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja terakhir Kerajaan Kediri adalah
Kertajaya yang disebut dalam Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan
(1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Wates Kulon (1205), dan Kakawin
Negarakertagama serta Kakawin Pararaton. Dalam Kakawin dikisahkan tentang
perang Ganter saat masa akhir pemerintahan Raja Kertajaya. Raja ini memiliki
gelar “Sri Maharaja Sri Sarweswara
Triwikramawatarananindita Srengga Digjayat-tunggadewanama”. Dalam tahun 1122 M Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok.
Dengan kekalahan Kertajaya itu berakhir pula kerajaan Kediri.
10)Jayakatwang (1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan Raja yang berhasil membangun
kembali Kerajaan Kediri setelah berhasil memberontak terhadap Singosari
sekaligus membunuh Raja Kertanegara. Namun, keberhasilannya hanya bertahan
setahun akibat serangan menantu Kertanegara dan pasukan Mongol, sehingga
runtuhlah Kerajaan Kediri.
Dari Raja-Raja di atas,
dapat diperoleh informasi, bahwa:
·
Pendiri Kerajaan Kediri adalah Airlangga, dengan Raja Pertamanya
adalah Samarawijaya.
·
Raja terkenal di Kerajaan Kediri adalah Jayabhaya.
·
Raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya, namun berhasil
dibangun kembali oleh Jayakatwang meskipun hanya bertahan satu tahun saja. Jadi
bisa dikatakan juga bahwa raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Jayakatwang.
2.4 Kehidupan Kerajaan
Kediri
Kerajaan Kediri merupakan kerajaan yang berdiri pada abad XI
Masehi dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan yang didirikan
oleh Mpu Sindok dari Dinasti Isyana. Kerajaan ini terletak di wilayah pedalaman
Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan hasil dari pembagian wilayah Kerajaan Medang
Kamulan yang dibagi menjadi dua yakni Panjalu dan Jenggala. Nama Keraajaan Kediri sebelumnya adalah Panjalu.
Adapun kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya
pada masa Kerajaan Kediri adalah sebagai berikut :
a. Kehidupan Politik
Raja
pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya
selalu berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di
Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan
Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian
Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang
berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh
Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan
Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu
wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang
Kamulan. Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan
Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya
tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka tahun 1135.
Prasasti
ini memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati yang
artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam pengesahan
anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang yang setia pada Kediri selam
perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan
dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang perbutan takhta Hastinapura
antara keluarga Pandhawa daan Kurawa. Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala
mirip dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai
legitimasi (klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah
bekas Kerajaan Medang Kamulan.
Selain itu,
untuk menunjukkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya
menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu.
Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.
Pada masa
pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja Kertajaya
membuat kebijakan yang tidak populer dengan mengurangi hak-hak brahmana.
Kondisi ini menyebabkan banyak brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang
dkuasai oleh Ken Arok. Melihat kejadian ini Kertajaya memutuskan untuk
menyerang Tumapel. Akan tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri
mengalami kekalahan dan Kertajaya terbunuh. Sejak saat itu Kerajaan Kediri
berakhir dan kedudukannya digantikan oleh Singasari.
b. Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat
religius. Mereka menganut ajaran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari
berbagai peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri yakni berupa
arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan
latar belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah
Dewa Syiwa, karena merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma menjadi
Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan
yang dilakukan pendeta adalah dengan mengucapkan mantra yang disebut Mantra
Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.
c. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan
perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang
baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak beras dan
menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri
dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras,
barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu
cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam perdagangan di
wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka
membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di Indonesia bagian barat, yaitu
Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India, Teluk Persia,
Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju
Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam lalu
lintas perdagangan dunia.
d. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan
Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan,
masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut :
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang
terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok
pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat
yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilyah thani
(daerah).
3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat
yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra
berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil
digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis kitab
Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja
serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa
pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis
kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab Kresnayana.
e. Hasil Budaya
Adapun
hasil budaya dari Kerajaan Kediri antara lain :
1. Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di Jawa Timur
ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada
ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi
diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri
sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan
Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415
2. Candi Gurah
Candi Gurah terletak di kecamatan di
Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya
kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun
karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali
3. Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs temuan
purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri,
Jawa Timur.
Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai
penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun
terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun
Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957.
Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah
perajin batu bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca
yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri
awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa
Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya
sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau
hasil pahatan.
4.
Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari
zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für
Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman
5.
Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ini berada di Desa
Kamulan, Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini dibuat dan dikeluarkan pada masa
pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi, atau 1116 Caka. Melalui
prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi dari Kabupaten Trenggalek sendiri
tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
6.
Prasasti Galunggung
Prasasti Galunggung memiliki tinggi
sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di
Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat
tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris
yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf
sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang
berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang
dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi
prasasti.
7.
Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19
November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui
Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.vDalam
prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya
dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu
Agra, dan Macan Kuning.
8.
Candi Tuban
Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi
1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon –
ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput
dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini
dan kawasan candi yang dianggap angker.
Massa pun beralih ke Candi Tuban,
dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan,
Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500
meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya.
Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang
kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali
menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah,
pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas
Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki –
laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki – laki
dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
9.
Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja
Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa
Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang
di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima
swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya
yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
10.Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun
Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi).
Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti
dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap. Isi
prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk
wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap
kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961
Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai
sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar
prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan
warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah
anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
2.5
Kemunduran/Kehancuran Kerajaan Kediri
Kerajaan
Kediri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton
dan Nagarakertagama. Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum
Brahmana, perselisihan ini terjadi karena Raja Kertajaya memerintahkan kaum
Brahmana untuk menyembah dia sebagai raja, namun para kaum Brahmana menolak dan
kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga
bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kediri. Perang
antara Kediri dan Tumapel terjadi dekat Desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil
menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian, berakhirlah masa Kerajaan
Kediri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah
Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan
Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati
Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sstrajaya. Pada
tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranaya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh
Kertanegara, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan
oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun
kembali kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan
gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara,
Raden Wijaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa kami dari sejumlah referensi yang saya
baca, kami dapat menyimpulkan beberapa hal tentang Kerajaan Kediri yaitu :
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan yang besar
yang pernah berkuasa di Nusantara. Kerajaan Kediri sudah ada sebelum Raja
Airlangga membagi Kerajaan Mataram Kuno menjadi dua bagian.
Kerajaan Kediri sempat menjadi kerajaan yang kaya dan
disegani di Asia. Kerajaan Kediri mengalami 2 kali pendirian masa, yang pertama
saat Airlangga membagi Kerajaan Mataram Kuno, yang kedua saat Jayakatwang
berhasil mengalahkan Kertanegara.
3.2 Saran
Sebenarnya
terbentuknya Kerajaan Kediri ini dapat kita telusuri dari sejarah Kerajaan
Medang Kamulan, yaitu merupakan Kerajaan lanjutan dari Mataram Lama di Jawa
Tengah. Letak Kerajaan Medang Kamulan berada di wilayah Jawa Timur. Kerajaan
Medang Kamulan menjadi kerajaan tersendiri sejak Mpu Sindok membentuk Dinasti
Baru yaitu Isyana.
Menurut
Ir. Soekarno beliau berkata “JASMERAH” Jangan Lupakan Sejarah, maka kita penerima
warisan (sejarah) hendaknya lebih giat lagi mencari pengetahuan mengenai
sejarah-sejarah masa lampau. Contoh kecil adalah mencari peristiwa apa saja
yang terjadi sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian kita
akan menambah rasa patriotisme (cinta tanah air) yang sebagai pemuda-pemudi
bangsa sangat penting memiliki jiwa tanah air, guna membangun bangsa yang lebih
baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA